Wednesday, November 24, 2010

Homepreneur

U-Mag #29, April 2010

Ayo Ganti Kartu Nama
 
Bosan jadi pekerja? Ubahlah status menjadi pebisnis. Dengan syarat jujur dan tak mudah menyerah, bisnis Anda bisa moncer dalam waktu singkat.
***

Homepreneur bukan monopoli wanita. Maaf, kami perlu menegaskan ini, karena banyak yang berpikir, menjadi entrepreneur berbasis rumah hanyalah pekerjaan ibu rumah tangga yang bosan ditinggal kerja suaminya. Untung syukur, impas pun tak apa, toh cuma mengisi waktu. Yang penting enggak rugi.

Salah kira di atas bukan tanpa akar: bagi banyak pria, tak punya kantor (sendiri atau milik bos) bisa meruntuhkan separuh harga diri. Hanya sedikit laki-laki yang siap menghadapi pertanyaan ini dengan rileks:

+ “Kerja di mana?”
- “Di rumah, dong!”

Sebab, kemungkinan besar pertanyaan selanjutnya adalah, “Pengangguran?”

Padahal profesi homepreneur banyak menjanjikan nikmat. Anda bisa memangkas jutaan rupiah uang bensin per bulan. Anda bisa menjadi lebih sabar karena tak harus memaki sopir metromini yang memotong jalan seenaknya. Dan, yang penting: dapat menikmati hidup karena bekerja sesuai dengan minat. “Bayangkan kelelahan luar biasa karena bekerja di kantor lebih dari sepuluh tahun sembari tak menikmati pekerjaan itu,” kata Rene Suhardono--entrepreneur yang ingin semua orang menjadi entrepreneur. 

Solusinya? Homepreneur. Berbisnis dari rumah adalah batu loncatan pertama kerja kantoran menuju pebisnis besar yang punya kantor di mana-mana. Tapi homepreneur bukan tiket gratis ke surga. Ini ibarat titian serambut dibelah tujuh. Jika berhasil Anda serasa di surga, kalau gagal Anda tak tahu anak-istri akan makan apa esok hari. Risikonya lumayan berat. Sebab, untuk berkonsentrasi di bisnis ini, kita kudu sudi meninggalkan pekerjaan dengan gaji memanjakan.

Untuk karyawan bergaji bulanan, menjadi homepreneur tentu tak mudah. Ada lompatan dan adaptasi besar yang harus dilewati. “Tapi, jika berniat keras berbisnis, peluang berhasil akan cukup tinggi,” kata Rene, yang baru saja menerbitkan buku terbarunya, Your Job Is Not Your Career. Tapi kita tentu tak perlu menjadi pengangguran dulu untuk menjadi homepreneur.

Pertanyaannya, jika seseorang sudah mantap posisinya di zona nyaman, apa yang mesti dia lakukan? Rene punya resep jitu. Pikirkan keberhasilan yang bakal Anda tuai dan jangan pernah berpikir gagal. “Risiko selalu ada. Tinggal menghadapinya dengan bekal cukup,” ujarnya. Bekal ini bisa berupa tabungan untuk hidup sehari-hari selama beberapa waktu ke depan (sebelum berhasil) atau pengetahuan memadai soal industri yang diincar.

Sudah pasti ada yang harus dikorbankan. Pertama, gaya hidup! Biasa belanja di mal, sekarang di pasar tradisional; biasa naik mobil, sekarang naik angkutan umum. Menurut dia, banyak orang sejak awal sudah khawatir kehilangan gaya hidup nyaman. Meski pasti terjadi, Rene bisa memastikan kita tak akan kelaparan selama berbisnis dengan perhitungan.

Pertanyaan terpenting: usaha apa yang kita rintis? Ada sejumlah buku yang menyarankan masuk bisnis ini-itu karena bisnis sedang berkembang. Tapi Rene menolaknya. “Pilih jenis usaha yang betul-betul Anda sukai,” katanya. Misalnya Anda suka memasak, jangan berbisnis rental mobil, meski sewa mobil lebih mendatangkan profit. Sesuatu yang dimulai dari hal-hal yang kita senangi biasanya bertahan lama dan membuat kita berani berinovasi, tak gampang menyerah, dan selalu mendapatkan celah.

Jadi mengapa Anda tak mulai menimbang dan memutuskan ini: mengganti kartu nama, dari pegawai (di kantor orang) menjadi pemilik (usaha sendiri).
 
DIAH AYU CANDRANINGRUM
 




Pada Mulanya...

Berikut ini sejumlah panduan yang bisa Anda gunakan untuk memulai bisnis dari rumah:

1. Ide
Dalam proses ini, kita tidak sekadar menerawang. Harus ada kejelasan ide, karena dari sana kita membuat rencana. Di tahap ini kita mulai mencari dana (kalau dana pribadi kurang), menebar jaringan (bergabung dengan kelompok profesional), mengevaluasi tujuan, dan mengubah jenis bisnis jika perlu.

2. Rencana
Rencana harus detail: kapan harus balik modal, berapa terjual dalam sehari, dan biaya promosi, semua harus benar-benar dihitung. Sering kali kegagalan bukan karena ide tak cemerlang, tapi lantaran perencanaan yang tidak sungguh-sungguh.

3. Iklan.
Di awal usaha harus rajin berpromosi. Karena bisnis masih prematur, pilih program-program komunikasi gratis atau berbiaya seminim mungkin. Bisa dari mulut ke mulut, lewat jejaring sosial Internet, atau beriklan baris di media.

4. Situs
Karena kita tak punya gerai dan kantor, situs merupakan etalase bisnis terbaik. Pakai tenaga profesional agar kemasan promosi dibuat semenarik mungkin. Lebih baik uang habis untuk membuat situs berkelas daripada merenovasi kamar tamu Anda.

5. Evaluasi
Setelah bisnis berjalan enam bulan hingga setahun, evaluasi usaha Anda. Jangan buru-buru banting setir saat mengetahui usaha kurang berhasil. Cari titik lemahnya dan perbaiki sumbernya (bukan tambal sulam). Berjalan zigzag, pindah dari satu sektor ke sektor lain hanya akan melemahkan kemampuan.

**


BUKU
Your Job Is Not Your Career
Rene S. Canoneo

Buku ini tak menyajikan tip praktis (how to) untuk berhasil dalam pekerjaan, atau memuat filosofi kerja yang memusingkan. Rene--career coach yang menulis buku ini--hanya ingin memprovokasi kita (oh ya, dia jago soal ini). Dia menjungkirbalikkan logika yang selama ini kita yakini, dan mulai meragukan langkah yang kita buat. Bahkan, di satu babnya, berani-beraninya dia meminta kita bertanya siapa diri kita sebenarnya. Pertanyaan itu penting untuk mengetahui apakah kita selama ini berada di rel yang benar? Atau justru kita mengerjakan hal yang bertolak belakang dengan keinginan kita. Intinya, kejarlah kebahagiaan, maka yang lain akan datang (termasuk uang).
Mengutip Rene: “Happy is here and now.”

No comments: